Jika amandel terlalu besar dan tak dioperasi, akan mengganggu perkembangan
anak. Selain menurunkan kecerdasan, juga bisa timbul komplikasi tak ringan,
bahkan menularkan penyakit pada orang lain.
Kita sering mendengar tentang penyakit amandel, entah dari cerita ibu-ibu,
teman kerja, kerabat, atau yang lain. Katanya, jika anak sering minum es,
makan cokelat, dan sebagainya, nanti bisa kena penyakit amandel. Kalau sudah
begitu, biasanya anak jadi bodoh, tak mau makan, sering demam, sering nyeri
menelan. Katanya lagi, untuk sembuh harus dioperasi.
Tanggapan orang tua pun beragam bila anaknya dicurigai kena penyakit
amandel. Ada yang tak peduli dan menganggap sepele, ada pula yang langsung
panik. Sebenarnya, apa, sih, penyakit amandel? Benarkah penyakit ini bisa
membuat anak jadi bodoh? Bagaimana pula penangannya? Nah, berikut ini
penjelasan ahlinya, dr. H. Djoko Srijono Sp.THT dari RSIA Hermina Jatinegara
Jakarta. Yuk, kita simak bersama!
PENGENAL JENIS KUMAN
Amandel atau dalam istilah ilmu kedokteran disebut tonsil adalah bagian dari
organ tubuh yang berbentuk bulat lonjong menyerupai bakso, melekat pada
dinding kanan-kiri dari tenggorok. Jadi, di tenggorok ada dua buah amandel.
Jika si kecil diminta membuka mulutnya lebar-lebar, kita bisa melihat
amandel itu di tenggorok.
Sebenarnya masih ada satu amandel lagi yang disebut adenoid, terletak di
rongga belakang hidung. Tentu kita tak bisa melihatnya secara langsung
karena letaknya yang tersembunyi.
Setiap anak pasti punya amandel karena memang diperlukan oleh tubuh.
Pasalnya, amandel merupakan bagian dari sistem yang membentuk kekebalan
tubuh manusia (sistem imunitas). Pada bayi baru lahir, kekebalan tubuhnya
masih sangat lemah, karena kekebalan yang diwariskan ibunya amat sedikit.
Hingga, untuk pertahanan tubuhnya, bayi harus membentuk kekebalannya sendiri
yang disesuaikan dengan jenis-jenis penyakit yang ada di lingkungan
sekitarnya.
Biasanya sebagian besar penyakit yang akan menyerang manusia ditularkan
lewat udara pernafasan atau makanan. Nah, baik udara pernafasan maupun
makanan yang masuk ke tubuh manusia, keduanya pasti lewat tenggorok dimana
di sana terletak amandel. Di sinilah amandel berfungsi sebagai radar atau
sensor untuk mengenali jenis kuman yang masuk ke dalam tubuh bersama udara
atau makanan.
Selanjutnya tubuh akan membuat kekebalan sesuai informasi yang diberikan
oleh amandel, disebut imuno-globulin. Mungkin Ibu dan Bapak pernah mendengar
istilah IgA (imuno-globulin A), IgG, IgM. Itulah sistem kekebalan yang
dibentuk oleh tubuh anak untuk menghadapi penyakit yang akan menyerangnya.
Jadi, pada saat kanak-kanak, amandel diperlukan untuk giat bekerja. Tak
heran bila akan terlihat amandelnya besar.
KECERDASAN MENURUN
Yang jadi masalah, jika amandelnya terlalu besar (hipertropi) karena berarti
sudah merupakan penyakit. Sebab, amandel yang terlalu besar akan menghalangi
makanan dan udara yang lewat tenggorok. Padahal, makanan yang cukup
diperlukan untuk pertumbuhan badan anak dan organ tubuh; sedangkan otak juga
perlu oksigen yang cukup dari udara pernapasan untuk keperluan metabolisme.
Amandel yang menghalangi jalan makanan akan menunjukkan gejala sulit makan
pada anak. Jika dipaksakan, ia muntah. Tentunya, kalau anak sulit makan,
pertumbuhan tubuhnya akan terhambat. Hingga, bila dibandingkan dengan anak
lain seusianya, akan terlihat lebih kecil.
Sedangkan amandel yang menghalangi jalan napas, menunjukkan gejala
mendengkur pada anak saat tidur. Bahkan yang berat, anak tiba-tiba terbangun
dan tergagap-gagap saat tidur lelap akibat sulit bernafas. Hal ini terjadi
karena saat tidur lelap, otot-otot tenggorok menjadi sangat rileks hingga
amandel yang sudah terlalu besar itu akan menutup tenggorok secara total.
Akibatnya, jalan napas pun tertutup.
Nah, tertutupnya jalan napas ini selain menimbulkan gejala tadi, juga
menyebabkan anak kekurangan oksigen. Akibatnya, jaringan tubuh dan otak tak
bisa berfungsi maksimal. Itu sebab, anak yang amandelnya terlalu besar akan
terlihat lesu, lemas, kurang afktif, dan suka mengantuk. Daya pikirnya pun
akan terganggu lantaran otaknya tak bisa berfungsi maksimal, hingga
kecerdasannya bisa menurun.
SARAN INFEKSI
Selain amandel yang terlalu besar, amandel juga bisa menjadi sarang infeksi
atau dalam ilmu kedokteran disebut fokal infeksi. Bila dilihat dengan
mikroskop, pada amandel terdapat banyak kantong-kantong yang disebut kripte.
Kripte ini dilapisi oleh kulit yang tebal. Nah, penyakit yang terbawa udara
atau makanan dapat masuk dan bersarang di sana hingga menjadi sarang
infeksi.
Dengan demikian, jika badan lemah- -mungkin akibat badan lelah, makan es
batu atau makanan lain yang merangsang-, sarang infeksi di amandel akan
menyebarkan bakteri ke sekitarnya, hingga terjadilah infeksi akut. Anak
menjadi demam, nyeri tenggorok, batuk, dan tak mau makan. Hal ini akan
selalu terjadi berulang walaupun telah berobat secara rajin ke dokter.
Mengapa? Karena memang sarang penyakitnya ada di amandel.
OPERASI YANG TERBAIK
Untuk amandel yang membesar, sampai sekarang belum ada obat yang mampu
mengecilkannya. Begitu pula amandel yang menjadi sarang infeksi, antibiotik
juga tak dapat membasmi. Antibiotik, kan, biasanya diminum, lalu beredar ke
seluruh tubuh, baru kemudian sampai ke amandel. Nah, di amandel, antibiotik
tak dapat menembus kulit kripte yang tebal hingga sarang infeksi di dalamnya
tak dapat terbasmi.
Jadi, dapat disimpulkan jalan terbaiknya adalah operasi. Sekali dioperasi
amandel tak akan tumbuh lagi. Dengan demikian, tak ada lagi hambatan
terhadap jalan napas dan makanan. Sarang infeksi pun terbasmi.
Biasanya operasi dilakukan saat penyakitnya tenang. Jika masih dalam keadaan
infeksi akut, dokter akan mengobatinya dulu dengan antibiotik sampai
penyakitnya tenang.
Operasi amandel sebenarnya sederhana saja. Anak akan dibius dan amandelnya
diambil dengan cara dikelupas (disseksi), tanpa dilakukan irisan dengan
pisau. Waktu yang diperlukan untuk operasi pun tak lama, kurang lebih 20-30
menit. Penyembuhan biasanya juga cepat, pada anak kurang lebih 3-7 hari,
pada orang dewasa 7-14 hari.
TAK MEMPENGARUHI KEKEBALAN
Kendati amandel amat diperlukan tubuh, namun tak akan mempengaruhi kekebalan
tubuh anak jika amandelnya dioperasi. Jadi, bukan berarti setelah amandelnya
dibuang, si kecil lantas tak punya kekebalan lagi, lo.
Pasalnya, kala bayi baru lahir (yang sistem kekebalannya masih rendah),
amandel bersama sistem tubuh yang lain aktif bekerja membentuk kekebalan
tubuh. Sedikit demi sedikit sampai akhirnya mencapai kadar normal pada
kira-kira usia 3 tahun, dan di usia kurang lebih 5 tahun kadarnya telah
berada di atas normal.
Karena kadar kekebalannya telah cukup, setelah usia 5 tahun fungsi amandel
secara berangsur-angsur akan berkurang dan akhirnya memang tak diperlukan
lagi. Ini terbukti dari pengamatan berlanjut, setelah anak usia 8 tahun,
jika amandelnya tak bermasalah, maka secara perlahan-lahan amandelnya akan
mengecil. Hingga, di usia kurang lebih 17 tahun, sering amandel susah
dilihat lagi karena saking kecilnya. Namun bila amandelnya bermasalah, maka
amandelnya tak akan menghilang walaupun sampai dewasa.
Penelitian yang dilakukan pada anak yang dioperasi amandel di usia 5 tahun
atau lebih juga menunjukkan, kadar kekebalan tubuhnya tak pernah menurun
sampai di bawah normal. Artinya, operasi amandel yang dilakukan pada anak
usia 5 tahun atau lebih adalah aman dan tak akan mempengaruhi kekebalannya.
BISA MENULAR
Jadi, Bu-Pak, jika amandel tak bermasalah, nantinya akan mengecil sendiri
tanpa perlu dioperasi. Namun bila bermasalah, seperti sudah diuraikan di
atas, akan menghambat jalan napas dan makanan karena amandelnya terlalu
besar. Hingga, bila tak dioperasi, akan lebih besar kerugiannya daripada
manfaatnya.
Belum lagi jika timbul komplikasi seperti abses pada amandel atau tenggorok
(tonsil/peri tonsiler abses), congek (otitis media), sinusitis, bronchitis,
dan sebagainya. Bahkan dapat menyerang organ penting tubuh lainnya yaitu
jantung (penyakit jantung rematik) maupun ginjal (glomerulo nephritis
akuta).
Selain itu, amandel dengan sarang infeksi dapat menularkan penyakit pada
anak kepada teman atau saudara dekatnya. Penyebaran terjadi lewat udara
pernapasannya. Jadi, bila penderita amandel dibiarkan tak diobati dengan
benar, bukan tak mungkin dapat menular ke anggota keluarga yang lain,
seperti adik atau kakaknya.
Dengan kata lain, jika amandel bermasalah dan dioperasi, akan jauh lebih
menguntungkan bagi perkembangan anak yang optimal. Juga anggota keluarganya
tentu karena tak akan tertular penyakit.
ADENOID MEMBUAT TULI
Pada adenoid, masalah yang kerap dijumpai juga ukurannya yang berkembang
terlalu besar hingga menyumbat jalan napas lewat hidung. Akibatnya, anak
jadi bernapas lewat mulut.
Bila ini berlangsung lama, terang dr. Djoko, akan mempengaruhi pertumbuhan
wajah dan rahang atas. "Langit-langit tumbuh lebih cekung ke atas, gigi
rahang atas akan maju atau mronggos, dan mulut selalu terbuka hingga wajah
anak terkesan seperti anak bodoh. Wajah demikian ini dinamai wajah adenoid."
Selain itu, adenoid yang membesar juga akan mendesak saluran eustacheus
hingga menjadi tersumbat. Akibatnya akan terbentuk cairan di ruang telinga
tengah dan selanjutnya menyebabkan tuli ringan. Maka jangan heran bila anak
dipanggil atau diajak bicara akan kurang memberikan respon.
Penanganannya juga harus melalui operasi. Caranya, dikerok lewat mulut tanpa
diiris dengan pisau. Operasinya sering dilakukan bersama-sama dengan operasi
amandel.
Pertimbangan Etis
Sebenarnya ada pertimbangan etis sehingga saya hanya akan memberikan pendapat yang netral di sini....
(pertanyaan atau pernyataan kritis bro saint_kevin seperti inilah yang gw suka, soalnya merangsang gw untuk menulis panjang....).
Jika Tidak Sakit dan Sakit
Ada baiknya, saya sampaikan hal berikut dalam rangka mengupayakan tubuh kita ini sehat:
1. Usahakan jangan sakit -seperti kata bro Crew- mencegah lebih baik daripada mengobati; mencegah jauh lebih murah daripada mengobati. Persoalannya sekarang adalah banyak penyakit yang diakibatkan oleh lifestyle (gaya hidup) kita setiap hari. Hanya saja, gaya hidup itu seringkali amat sulit diubah apalagi kalau sudah keenakan dengan gaya hidup itu. Sebut saja: makan makanan yang tinggi kadar kolesterol, yang berakibat kolesterol dalam darah akan naik, makanan yang kandungan purin nya yang berakibat asam urat naik, alkohol, dlsb (semuanya memang enak, namun ada resiko yang menunggu di depan). Mengubah pola hidup seperti ini untuk makan makanan yang rendah kadar lemak dsb memang butuh kebesaran hati dan niat yang kuat dan konsisten. Apapun pilihan kita, mau mengubah nya atau tidak, resiko nya mesti siap ditanggung.
2. Jika sakit: pertimbangkan dengan baik apakah kondisi tubuh kita memang mengharuskan kita membawanya ke dokter atau tidak perlu? Andalah yang paling tahu apakah Anda memerlukan bantuan profesional kedokteran atau tidak.
Saya beri contoh: flu biasa tidak perlu membawa kita ke dokter, karena flu yang tidak disertai dengan demam atau infeksi lainnya, sebenarnya akan sembuh sendiri karena flu biasa dikategorikan sebagai self limiting disease (penyakit yang sembuh sendiri). Hanya saja, kita terganggu dengan ingus, bersin dsb. Obat yang dipakai di sini adalah obat untuk mengatasi gejalanya saja seperti bersin (diberikan anti alergi, karena bersin adalah akibat alergi), dan obat yang menghentikan keluarnya cairan ingus, dsb.).
Sakit yang kita derita, sebut saja infeksi saluran nafas: tonsillitis (amandel). Gejala utamanya: sakit menelan dan panas/demam. Penyebabnya adalah kuman (bakteri) salah satunya beta streptococcus. Pengobatan terhadap penyakit ini ada dua jenis yang harus dilakukan bersamaan, yaitu:
a. pengobatan terhadap gejala (sakit menelan dan demam).
b. pengobatan terhadap penyebabnya (bakteri).
Pengobatan terhadap gejala biasanya diberikan tablet/capsul/caplet penghilang sakit (pain killer) dan pereda demam. Biasanya kedua efek ini digabungkan dalam satu preparat obat: misalnya panadol.
Jika hanya pengobatan terhadap gejala penyakit ini yang diberikan tanpa menghantam penyebabnya, maka selama obat bekerja dalam tubuh nyeri menelan dan demam akan hilang sementara, karena ketika khasiat obat hilang 6 jam kemudian maka gejala-gejala (sakit menelan dan demam) tadi akan kembali muncul, karena penyebabnya (bakteri) yang menghasilkan nyeri dan demam tadi tidak dihantam. Lagi pula, jika dilakukan pemeriksaan fisik (melihat adanya pembesaran tonsil/amandel), makin lama tonsil makin membesar seperti bakso malah menutup sebagian besar tenggorokan.
Jadi, mengatasi penyebab penyakit ini dengan cara membunuh kuman/bakteri penyebabnya merupakan keharusan. Dan pembunuh kuman yang kita kenal selama ini disebut Antibiotika. Berapa dosis yang mesti diberikan kepada pasien tonsilitis ini?
Dosis antibiotika umumnya adalah: 30-40 mg/kilogram (kg) berat badan (BB) per hari, selama 4-5 hari. Jadi, jika pasiennya memiliki BB 50 kg, maka dosis yang tepat untuk nya adalah: 30 x 50 = 1.500 mg per hari. Karena Antibiotika (seperti Amoksisilin: merek dagangnya macam-macam, ada Amoxsan, Intermoxil, dsb.) tersedia dalam kemasan 250 mg dan 500 mg, maka aturan pakainya adalah:
3 x 2 capsul (250 mg) per hari atau 3 x 1 capsul (500 mg) per hari. Dimakan selama 5 hari agar kumannya benar-benar tuntas.
Biasanya kalau orang minum obat sehari dua hari sudah merasa enak badan, mereka berhenti minum obat. Ini bisa menyebabkan resistensi obat artinya ketika sakit lagi di kemudian hari yang memerlukan Antibiotika yang sama, kumannya sudah kebal dgn antibiotika tersebut. Beda halnya dengan obat panas yang hanya diminum selama panas. Jika panas berhenti, obat dihentikan. Namun Antibiotika harus habis selama 5 hari sesuai aturan pakai.
Ada orang yang alergi dengan antibiotika, karena itulah riwayat alergi obat harus ditanyakan lebih dahulu kepada si pasien/penderita.
Bila kita mengalami luka, yang terbaik adalah perawatan luka. Dibersihkan dengan air hangat, kemudian dibalut dengan perban steril menggunakan obat luka. Luka gores/tercukur yang baru saja terjadi bisa diobati dengan obat merah, namun jika sudah lewat sehari mesti dirawat menggunakan obat cair lain seperti povidone iodine -nama generik- (yang lebih dikenal dengan nama betadine, dan merek dagang lainnya). Jika luka sudah melewati masa emas (golden period) biasanya 6 jam, maka sudah pasti kuman sudah masuk-apalagi jika lukanya di kaki yang mudah kena kotoran dan debu. Kalau kuman sudah masuk, kemungkinan besar akan mengakibatkan infeksi. Ada infeksi yang presentasi klinisnya disertai demam, namun ada yang tidak disertai demam. Antibiotika merupakan obat pilihan, kecuali lukanya sudah dibersihkan dan dirawat dengan prosedur seperti di atas, antibiotika barangkali tidak diperlukan. My point is, penggunaan antibiotika tergantung luka dan perawatan luka.
3. Ketika kita menemui sang dokter, diakui atau tidak, sadar atau tidak, telah terpatri di benak kita tuntutan bahwa kita mesti dilayani begini dan begitu.... Manakala yang kita dapati tidak sesuai, maka tentu saja kita akan mengeluh...
Lulusan Lokal vs Luar
Tentang dokter lulusan lokal dan luar, saya tidak akan memberikan opini saya karena hanya akan menyebabkan saya didakwa subyektif. Saya hanya akan membeberkan fakta:
* Saya pernah tinggal di Eropa dan mengalami sendiri perawatan oleh dokter di sana pada waktu sakit. Kadang sembuh tapi kadang tidak. Saat tidak sembuh, saya pergi ke apotik dan beli obat sendiri, saya minta ke apoteker nya untuk diracik dan hasilnya.... saya sembuh.
* Tahun 1980-an yang lalu, ketika ada kasus bayi kembar siam kepala lengket jadi satu, Tim Dokter Bedah Saraf RSCM/FKUI yang dipimpin oleh Dokter Padmosantjojo (Ahli Bedah Saraf) berhasil memisahkan bayi kembar siam ini, yang hasilnya dua bayi itu masih hidup tentu saja mereka sudah dewasa sekarang. Keberhasilan Dr. Padmosantjojo menghentarnya meraih angka kredit tertinggi sehingga layak diberi gelar profesor karena prestasi ilmiah tertinggi pertama kali ketika itu. Keberhasilan ini dicapai tahun tersebut, ketika bayi kembar siam lengket kepala yang sama di Amerika Serikat berhasil dipisahkan oleh tim dokter bedah saraf/otak Amerika Serikat dengan hasil koma berbulan-bulan di ruang perawatan intensif yang akhirnya meninggal.
* Tahun 1980-an.... Tim Dokter Kandungan/Kebidanan RSCM/FKUI dan RS Bersalin Harapan Kita dalam waktu terpisah berhasil menorehkan sejarah untuk pembuatan bayi tabung dengan hasil sukses setelah ayah dan ibu sang bayi gagal memperoleh keturunan dengan cara konvensional.
* Tahun 2006.... Tim Dokter Bedah Plastik di Surabaya berhasil melakukan tindakan Face Off kepada seorang perempuan yang dibakar suaminya....
Di antara tahun 1980-an dan 2006.... banyak sekali prestasi para dokter Indonesia yang patut dicatat dengan tinta emas dalam sejarah dan nuasa kedokteran dan kesehatan di negeri ini.
Ada yang bukan prestasi dunia, namun di pedalaman Papua, tahun 1990-an seorang dokter (yang menuturkan kisah itu dalam buku terbitan Yayasan Obor), bagaimana dia menggunakan alat sederhana apa adanya untuk melakukan bedah sesar dan berbagai kasus bedah lainnya dalam kondisi sangat terbatas.
Mereka tidak meminta kita untuk mencatatnya dalam sejarah hidup kita, apalagi dalam catatan harian kita. Perjuangan dan pengabdian para dokter di pedalaman Timor Timur (dulu), di perairan dan pulau-pulau terpencil di Maluku dan rimba belantara Papua, di pelosok provinsi lainnya, memang jarang diexpose, kecuali di media kedokteran yang hanya dibaca oleh kalangan kedokteran.
Atau ketika teman-teman sejawat mengerahkan seluruh kemampuan terbaiknya untuk menangani kasus-kasus malaria serebral (otak) di pedalaman Papua dan Maluku dengan mengandalkan obat kinine dihidrochloride yang dicampurkan ke dalam cairan infus Dextrose 5% dengan hasil pasien yang sudah dibuatkan kuburannya oleh keluarga ternyata survive (hidup). Banyak pula kasus yang tidak mungkin dirujuk ke kota karena kendala geografis dan transportasi harus dibedah sesar di puskesmas oleh para dokter di sana dengan hasil survive (saya ikut hadir menjadi saksi hidup sambil memotret kejadian itu).
(Ini memang jarang sekali dicatat orang dalam memori).
Di banyak tahun itu pula, ataupun di tahun-tahun mendatang, ada juga yang "gagal" memenuhi "tuntutan" dan "selera" kita. Ada yang memang langsung memberikan obat tanpa periksa, ada yang mematok tarif mahal, dsb. Ada yang memang menjengkelkan, dsb.
(Inilah yang lalu kita catat dalam memori kita dan kemudian menggeneralisasi semua dokter).
by : Galuh Indri Puspitasari
2 komentar:
info yang menarik,,,terima kasih.
Terimakasih sangat membantu
Posting Komentar